Pamekasan – Kapolres Pamekasan AKBP Jazuli Dani Irawan meminta nenek Bahriyah tersangka dugaan pemalsuan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tanah sendiri, Selasa (26/3/2024).
Diketahui, nenek Bahriyah menjadi tersangka kasus dugaan pemalsuan SPPT PBB usai dilaporkan ponaannya sendiri, Sri Suhartatik, pada 30 Agustus 2022 lalu.
Atas dasar laporan itu, polisi menetapkan nenek Bahriyah pemilik sah tanah dengan luas 2813 meter persegi, sesuai dengan kutipan leter C.
“Laporkan saja sertifikatnya ini jika dirasa bermasalah,” kata Kapolres Pamekasan AKBP Jazuli Dani Irawan saat melakukan klarifikasi terhadap media yang dinilai mendiskreditkan Polres Pamekasan.
Dani menyebut, pihaknya memeriksa tersangka sesuai dengan laporan polisi yang diadukan oleh Sri Suhartatik, yakni dugaan pemalsuan SPPT PBB sejak tahun 2020 kemaren.
Dikatakan, meski nenek Bahriyah dalam markah tanah pemilik sah, pihaknya tidak bisa serta merta menyidik diluar LP (laporan polisi).
“Kalau begitu (mengusut asal muasal sertifikat), namanya kita kriminalisasi terhadap pelapor,” ungkapnya.
Meski nenek Bahriyah tidak pernah menjual tanah itu kepada orang lain, apalagi kepada Haji Fathollah Anwar, polisi tidak bisa menyoal, karena laporannya pemalusan dokumen.
“Jadi saya tegaskan ini tidak ada diskriminalisasi terhadap korban. Penyidik bekerja sesuai SOP,” ungkapnya.
Oleh karena itu, jika sertifikat yang dipegang oleh ahli waris Haji Fathollah Anwar, Sri Suhartatik tidak jelas asal muasalnya, pihaknya meminta nenek Bahriyah maupun anak-anaknya melaporkan perdatanya ke polisi.
“Laporkan saja perdatanya,” tegas Kapolres.
Kapolres menyebut, dalam kasus ini, penyidik tidak hanya mentersangkakan nenek Bahriyah, melainkan juga mentersangkakan mantan Lurah Gladak Anyar Syarif Usman.
“Ada dua tersangka, pertama ibu Bahriyah, yang kedua mantan lurah Gladak Anyar yang menjabat tahun 2016-2017,” jelasnya.
Diketahui, nenek Bahriyah pemilik sah tanah sesuai dengan kutipan later C dengan nomor koher 2208, blok IIa, kelas V dengan luas 0,223 da.
Nenek yang tidak dapat melihat lagi itu memperoleh tanah itu dari hibah orang tuanya pada tahun 1975 sampai saat ini.
Tahun 2017, nenek Bahriyah berencana mensertifikat tanahnya yang ada di dekat rumahnya, di Kelurahan Gladak Anyar Pamekasan.
Saat dilakukan pengukuran, suami Sri Suhartatik, Muhammad Irfan menegur pertanahan dikarenakan tanah yang diukur milik mertuanya. Bahkan, kata anggota Polres Pamekasan itu, tanah itu telah tersertifikat atas nama ipar nenek Bahriyah, yakni Haji Fathollah Anwar (mertua Irfan).
Padahal, nenek Bahriyah tidak pernah menjual tanah itu kepada siapapun. Apalagi kepada Haji Fathollah Anwar, yang merupakan orang tua pelapor, Sri Suhartatik.
Sebelumnya, nenek Bahriyah dan anak-anaknya curiga karena SPPT PBB yang mulanya bernama Bahriyah, ternyata pada tahun 2016-2019, berubah menjadi Sri Suhartatik.
Untuk kebutuhan sertifikat tanahnya sendiri, tahun 2020 nenek Bahriyah yang menguasakan kepada anaknya H Fauzi untuk mengganti kembali ke atas nama Bahriyah, sesuai markah.
Setelah peralihan atas nama SPPT PBB dan sertifikat tanah atas nama Bahriyah, muncullah polemik antara Sri Suhartatik dengan bibinya, Bahriyah.
Berbekal sertifikat yang dikantongi itu, Sri Suhartatik melaporkan nenek Bahriyah ke Polres Pamekasan, pada 30 Agustus 2022.
Berdasarkan laporan itu, nenek Bahriyah ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemalsuan dokumen, pada 22 Maret 2024 oleh Penyidik Polres Pamekasan.