Pamekasan – Anggota DPR RI Fraksi PAN Slamet Ariyadi meminta Imigrasi Pamekasan berkolaborasi dengan instansi lain guna mencegah warga negara asing (WNA) memiliki dokumentasi kependudukan Indonesia.
Hal itu disampaikan anggota DPR RI Komisi I Slamet Ariyadi saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) di Kantor Imigrasi Klas II Non TPI Pamekasan, Rabu (11/10/2203) siang hari.
Menurutnya, WNA Banglades dan Myanmar yang ber-KTP Sampang dan Bangkalan bagian dari penjajahan terhadap bangsa Indonesia secara administrasi kependudukan.
“Penjajahan itu bukan hanya tentang perang antar negara, pemalsuan dokumentasi kependudukan Indonesia (KK, KTP dan Akte Kelahiran) merupakan penjajahan juga terhadap bangsa Indonesia. Apalagi ada WNA yang sudah 11 tahun di Indonesia secara ilegal,” katanya.
Oleh karenanya, pihaknya meminta pihak Imigrasi Klas II Non TPI Pamekasan untuk bergandeng tangan dengan stakeholder lainnya guna memantau keberadaan WNA yang ada di Madura pada khususnya dan Indonesia pada umumnya.
“Imigrasi harus membangun kolaborasi. Baik dari kepolisian, pemerintah setempat, ataupun stakeholder lainnya dalam mengawasi warga negara asing yang berada di teritorial wilayah Madura, apakah mereka legal atau ilegal,” ungkapnya.
Pihaknya mengapresiasi tindakan Imigrasi Pamekasan yang dapat mengetahui WNA yang ber-KTP Indonesia, yang notabenenya tidak mudah untuk mendeteksi dikarenakan sudah faham akan budaya Madura mengingat sudah 11 tahun di Madura.
“Kita sebetulnya tergugah datang ke sini (Imigrasi) karena warga negara Indonesia yang ada diluar negeri mereka sengsara disana untuk mendapatkan ijin tinggal dokumen secara resmi. Malah orang luar negeri seenaknya saja di negara kita, sampai 11 tahun. Tapi alhamdulillah warga negara Indonesia baik, bahkan WNA yang ditahan dilayani dan difasilitasi dengn baik,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Imigrasi Klas II Non TPI Pamekasan Imam Bahri menyampaikan bahwa Paspor yang dikeluarkan Imigrasi merupakan dokumentasi perjalanan untuk keluar negeri, bukan untuk kerja.
“Intinya dokumen keimigrasian itu sebenarnya dokumen perjalanan untuk keluar negeri. Saya tegaskan lagi dokumen keimigrasian bukan untuk bekerja,” ucapnya.
Kendati demikian, Imam Bahri meminta kepada anggota legislatif asal Sampang untuk membantu mensosialisasikan hal tersebut kepada masyarakat Madura mulai tingkat kepala desa, RT/RW.
“Dimana kepada masyarakat bahwa paspor ini adalah untuk perjalanan, bukan untuk bekerja. Kalau bekerja nanti pak dewan bisa menyampaikannya tentu dengan ketentuannya melalui Disnaker dan lain sebagainya,” pungkasnya.