Pamekasan – Seorang nenek yang menjadi tersangka kasus dugaan penyerobotan tanah di Kelurahan Gladak Anyar, Kabupaten Pamekasan, bingung bukan kepalang.
Betapa tidak, dalam kutipan leter C dengan nomor koher 2208, blok IIa, kelas V dengan luas 0,223 da, Bahriyah pemilik sah tanah.
Namun apa daya, meski nenek Bahriyah pemilik sah tanah, dijadikan tersangka oleh Polres Pamekasan atas tuduhan dugaan penyerobotan lahan.
Padahal, nenek berusia 61 tahun itu memperoleh tanah itu dari hibah orang tuanya pada tahun 1975 sampai saat ini.
Nenek Bahriyah dilaporkan ke polisi oleh ponaannya sendiri, Sri Suhartatik alias Titik. Titik melaporkan nenek Bahriyah karena mengantongi sertifikat SHM a.n Haji Fathollah Anwar.
Haji Fathollah Anwar, merupakan orang tua Titik. Titik menjadi pemilik tanah itu dikarenakan ahli waris dari Haji Fathollah Anwar.
“Kami kaget karena orang tua saya dilaporkan atas tuduhan penyerobotan tanah, padahal tanah itu milik orang tua saya sesuai kutipan leter C,” ucap Ahmad Bukhari, anak Bahriyah.
Bukhari mengaku ibunya tidak pernah menjual tanah itu kepada orang lain, termasuk kepada Haji Fathollah Anwar.
Ia mempertanyakan dasar dikeluarkannya sertifikat SHM a.n Haji Fathollah Anwar oleh pihak BPN, sementara ibunya tidak pernah merasa menjualnya.
“Ibu tidak pernah menjual tanah itu kepada siapapun. Anehnya, tanah itu telah tersertifikat atas nama orang lain. Itu tanpa sepengetahuan orang tua dan ahli waris,” tegasnya.
Artinya, dokumen pengajuan proses pembuatan sertifikat perlu dipertanyakan keabsahan dan kelengkapannya mengingat nenek Bahriyah tidak pernah menjualnya.
Sementara itu, nenek Bahriyah menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah menjual tanahnya kepada orang lain, apalagi kepada Haji Fathollah Anwar.
“Saya tidak tahu juga (dokumen pengajuan sertifikatnya darimana dan atas dasar apa). Intinya saya tidak pernah menjual tanah itu,” ungkap nenek Bahriyah.
Terpisah, Muhammad Irvan, suami dari pelapor Sri Suhartatik mengaku telah meminta solusi kepada BPN, namun hingga 7 bulan tidak ada kejelasan.
“Akhirnya kita melangkah ke jalur hukum yaitu Polres Pamekasan dengan dasar bukti yang kami punya, termasuk sertifikat asli kami dan surat gugatan yang kami ajukan ke BPN,” ungkapnya.
Diketahui, polemik itu muncul setelah nenek Bahriyah hendak melakukan sertifikat tanahnya, sekitar tahun 2013 lalu.
Tahun 2016-2019, SPPT PBB tanah yang bernama Bahriyah tiba-tiba berubah menjadi Sri Suhartatik.
Kaget nama SPPT PBB berubah jadi Sri Suhartatik, tahun 2020 diganti kembali ke atas nama nenek Bahriyah selaku pemilik tanah sah sesuai nomor koher.
Saat berlangsungnya pengukuran, suami Sri Suhartatik, Muhammad Irfan menegur pihak BPN karena mengukur tanah yang telah disertifikat atas nama mertuanya a.n Hai Fathollah Anwar tahun 1999.
Kemudian muncul sertifikat tanah milik nenek Bahriyah yang merupakan pemilik sah berdasarkan kutipan leter C, sejak mendapat hibah dari orang tuanya tahun 1975.
Setelah muncul sertifikat itu, Sri Suhartatik melaporkan nenek Bahriyah ke Polres Pamekasan atas dugaan penyerobotan tanah dengan nomor lapor: LP/B/459/VIII/2022/SPKT/PolresPamekasan/PoldaJatim.
Usai diperiksa, pada Jum’at, 22 Maret 2024, nenek Bahriyah ditetapkan sebagai tersangka oleh Satreskrim Polres Pamekasan.